Pelayanan Kesehatan: Berkualitas dan atau Ditinggalkan?

Ede Surya Darmawan

Abstract


Penyediaan pelayanan kesehatan haruslah pelayanan yang bermutu bahkan bermutu paling tinggi. Hal ini karena pelayanan kesehatan tujuan utamanya adalah melayanani manusia dan pelayanan keseahtan merupakan pertama yang diterima manusia ketika seorang manusia dilahirkan dan juga dapat menjadi akhir dari pelayanan yang diterima saat manusia (rohnya) meninggalkan dunia fana. Oleh karena itu, membicarakan pelayanan kesehatan tidak lengkap tanpa membahas mutu atau kualitas pelayanan yang diselenggarakan. Hal ini seiring dengan peran kualitas pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu pra-syarat yang harus dipenuhi dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang secara minimal dinilai dari tingkat keamanan terhadap pasien (patient safety).


Akhir-akhir ini kualitas pelayanan kesehatan selalu menjadi sorotan utamanya setelah dilaksanakannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai salah satu penerapan dari kebijakan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Pada sisi lain, hadirnya era keterbukaan yang dipicu dan dipacu dengan berkembangnya media sosial yang didukung teknologi informasi berbasis telepon genggam pintar (smart phone) semakin menegaskan sorotan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan dengan berbagai aspek dan dinamika yang menyertainya. Padahal, sudah sejatinya sorotan dan perhatian masyarakat terhadap kualitas pelayanan adalah sebuah keharusan untuk terus menjaga  dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dari sudut pandang proses pelayanan, kualitas pelayanan kesehatan pada dasarnya tidak berbeda dengan kualitas pelayanan dan produk atau komoditi lainnya, yaitu ditentukan oleh kemampuannya dalam memenuhi harapan pelanggan dan pemenuhan standar teknis (standar yang ditentukan oleh kalangan profesional penyedia layanan atau pembuat produk/komoditi itu). Belakangan, konsep mutu semakin mengkristal dan berfokus pada pemenuhan harapan pelanggan sebagai tujuan utama dan akhir dari pelayanan atau penggunaan produk. Jadi, kualitas pelayanan kesehatan semakin dituntut untuk memenuhi harapan pasien, dan hal ini berarti pelayanan yang berfokus kepada pasien adalah sebuah keniscayaan yang harus diselenggarakan oleh penyedia layanan kesehatan. Bila tidak, dengan kemudahan arus informasi yang timbal balik maka persoalan kualitas pelayanan kesehatan buruk bisa dengan mudah disebarkan oleh masyarakat sebagai pengguna baik antar anggota maupun secara meluas melalui media sosial yang seolah tanpa dinding pembatas. Kalau dulu ada istilah berita baik/buruk disebarkan dari “mulut ke mulut” maka sekarang beredar lebih luas dari “satu gadget ke gadget dan ke group-group di berbagai media sosial”

 

Konsep dan Definisi Mutu/Kualitas Pelayanan dan Implikasi terhadap Penyediaan Pelayanan Mutu/atau kualitas pada dasarnya merupakan pemenuhan terhadap harapan pengguna atau pelanggan (customer, client or consumen). Definisi ini merujuk pada kenyataan bahwa layanan dari sebuah jasa (services) ataupun barang (commodity) diproduksi tentu diperuntukkan bagi pengguna/pelanggan yang dituju. Atas dasar inilah maka mutu haruslah merupakan barang/pelayanan yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pelanggan dalam segenap aspek yang terkait di dalamnya. Siapakah pelanggan? Pelanggan terdiri atas pelanggan yang menjadi tujuan utama (the ultimate consument) yaitu para pengguna yang akan mengkonsumsi atau menikmati pelayanan/barang yang disajikan/diproduksi. Untuk mengkonsumsinya tentu saja para konsumen itu harus rela mengeluarkan uang, waktu, tenaga dan bahkan harus mencapai lokasi tertentu yang bisa saja jauh dari tempat tinggal atau tempat kerjanya. Atas dasar inilah maka mutu pelayanan harus memperhatikan tidak hanya kebutuhan namun keinginan/harapan pelanggan. Atas dasar pemikiran inilah salah satu dimensi definisi mutu adalah pemenuhan keinginan/harapan pelanggan. Pelanggan kedua adalah mereka yang berperan melakukan proses pelayanan atau proses produksi untuk menyajikan pelayanan atau produk dimaksud. Pelanggan ini disebut sebagai pelanggan internal yang merupakan bagian dari organisasi pelayanan/produser yang bekerja dengan metode, teknologi, bahan baku, dan sistem bekerja yang telah ditetapkan oleh organisasi pelayanan/produser dimaksud. Pelanggan internal juga merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya dan untuk mendapatkan keahlian itu mereka rela menempuh pendidikan dan pelatihan hingga mendapatkan pengesahan/sertifikasi atas keahliannya. Agar pekerjaan mereka menghasilkan pelayanan dan produk yang berkualitas, mereka pun menetapkan persyaratan dan standar proses, serta standar hasil/output dari setiap pelayanan/produk yang diproduksi. Atas dasar ini maka mutu pelayanan/produk memiliki dimensi definisi sebagai pemenuhan standar teknis yang ditentukan oleh para profesional di bidang yang dimaksud. Implikasi dari kedua dimensi definisi mutu di atas melahirkan pengertian bahwa mutu adalah pemenuhan (fulfillment) dari harapan pelanggan dan standar teknis yang ditentukan oleh profesional. Dalam praktiknya maka ukuran mutu pada barang/komoditas ditentukan oleh kesesuaian antara spesifikasi barang/komoditas yang  tertulis/dijanjikan dengan kondisi dan kegunaan barang saat dipergunakan. Adapun untuk pelayanan maka ukuran mutu jauh lebih rumit karena tidak hanya melibatkan kualitas barang/komoditas namun hubungan antar manusia (interaksi antara pelanggan dan petugas pemberi pelayanan), dan kondisi tempat penyediaan pelayanan yang diharapkan aman serta memberikan kenyamanan kepada para pelanggan. Mutu Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang selalu berhubungan dengan kehidupan manusia sejak dilahirkan hingga diwafatkan. Dimensi nilai kehidupan dan rentang waktu kehidupan ini haruslah dipahami dan direspon dengan baik oleh penyedia pelayanan kesehatan. Kesalahan dalam menyelengarakan pelayanan baik dalam aspek pemenuhan harapan pelanggan, pemenuhan aspek teknis profesional kesehatan, dan juga kenyamanan akan menjadi bahan keluhan dan menurunkan kepuasan pelanggan. Atas dasar ini pelayanan kesehatan haruslah memenuhi kriteria/standar tertentu yang oleh Institute of Medicine (IOM) sebagai sebuah lembaga ilmu pengetahuan tingkat dunia yang berbasis di Amerika Serikat menerbitkan buku yang berjudul Crossing the Quality Chasm: A New Health System for the 21st Century. Crossing the Quality Chasm merupakan upaya sistematis bagaimana memperbaiki dan melakukan inovasi terhadap sistem pelayanan kesehatan yang melibatkan seluruh pihak terkait yaitu pembuat kebijakan, pemerintah, profesional kesehatan, penyedia pelayanan kesehatan, dan konsumen serta pihak lain yang berkepentingan seperti perguruan tinggi dan masyarakat madani. Agar sistem pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan, mengurangi beban penyakit, dan meningkatkan produktifitas masyarakat, maka seluruh pihak terkati harus menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas yang bercirikan:

  1. Safe (pelayanan yang aman): menghindari kecelakaan bagi pasien dari berbagai pelayanan yang ditujunkan bagi mereka;
  2. Effective (pelayanan yang sesuai dengan tujuan): menyediakan pelayanan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai serta menghindarkan pelayanan yang tidak memberikan manfaat bagi pasien;
  3. Patient-centered (pelayanan yang berfokus pada pasien): menyediakan pelayanan yang menghargai/menghormati dan tanggap terhadap nilai, kebutuhan, dan selera pasien termasuk meyakinkan bahwa pasien memahami seluruh keputusan menyangkut pelayanan klinis yang akan diterimanya;
  4. Timely (tepat waktu): mengurangi waktu tunggu dan kadang-kadang hal-hal yang membahayakan bagi kedua pihak yaitu penerima dan pemberi pelayanan;
  5. Efficient (pelayanan yang hemat biaya): menghilangkan hal-hal yang tidak berguna/sampah baik dari penggunaan alat-alat kesehatan, obat-obatan, bahan habis pakai, pemikiran dan tenaga; dan
  6. Equitable (pelayanan yang adil/sama): menyediakan pelayanan yang sama kualitasnya (untuk penyakit dan kebutuhan yang sama) dan tidak berbeda karena perbedaan karakteristik personal seperti status sosial ekonomi, jenis kelamin, keyakinan, etnis dan asal daerah.

Berkaca pada rekomendasi dari IOM di atas, maka pelayanan kesehatan yang disediakan haruslah pelayanan yang benar-benar berkualitas. Oleh karena itu cara-cara penyediaan pelayan kesehatan yang seadanya sudah waktunya
ditinggalkan dan tidak lagi disediakan. Jika tidak, maka pelayanan kesehatan itulah yang akan ditinggallkan oleh para pelanggan, baik itu para pelanggan internal dan tentu saja para pelanggan eksternal.

 

 


Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.37598/jukema.v4i2.676

Refbacks

  • There are currently no refbacks.