Editorial: Jagalah Kesehatan Anda versus Jaminan Kesehatan Aceh

Nizam Ismail, Asnawi Abdullah

Abstract


Jagalah Kesehatan Anda! adalah suatu ungkapan yang paling sering kita dengarkan pada hampir semua percakapan yang tujuannya mengingatkan satu sama lain akan pentingnya nilai-nilai kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Merujuk dari World Health Organization (WHO, bahwa kesehatan adalah suatu keadaan yang sejahtera dan sempurna fisik, mental, dan sosial, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan1,2. Kesehatan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat setempat, sehingga menjadi bagian dari komoditas ekonomi bisnis, sosial budaya, dan bahkan strategi politik dalam sebuah negara. Mantan Sekjend Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada pertemuan di Afrika tahun 2001 mengatakan bahwa sudah menjadi pertentangan yang mendunia dalam pendapat publik (public opinion)2 dimana tidak dapat diterima lagi pernyataan bahwa kesakitan dan kematian merupakan milik penduduk miskin, karena pelayanan kesehatan dan obat-obatan hanya menjangkau orang-orang kaya saja, lebih jauh dari itu sebagai sebuah sistem, maka kesehatan untuk semua (health for all)7 akan lebih bermakna dalam tatanan kehidupan dunia ke depan. Apalagi dalam era globalisasi saat ini hampir tidak ada perbedaan kejadian penyakit-penyakit menular (communicable diseases)2 dan penyakit-penyakit tidak menular (non-communicable diseases)2 antara negara maju dengan negara berkembang khususnya Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)1,2. Diketahui ada 136 katagori3 penyakit dan penyebab luka pada semua umur diseluruh dunia, 20 jenis penyebab3 kematian terbesar yang didominasi oleh penyakit jantung ischemic3 dan cerebrovascular3, diikuti oleh infeksi saluran pernafasan bawah termasuk pneumonia3, penyumbatan paru-paru chronic3, diare, HIV/AIDS, sedangkan TB masih sebagai penyebab kematian terbesar yang diperkirakan sekitar 3.5 juta meninggal pada tahun 2004.

 

Tepatnya pada tahun 1978 telah dibuat deklarasi kesehatan dunia yang dikenal dengan deklarasi Alma Ata - menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan di seluruh dunia yang memperjuangkan kesehatan sebagai hak azasi manusia4. Semua pemerintah atau negara harus memperhatikan kesehatan sebagai suatu hak azasi di atas semua kepentingan ekonomi dan politik. Namun demikian hanya beberapa negara maju saja yang mampu mencapai derajat kesehatan yang paripurna seperti Swedia, Canada, Norwegia, dan beberapa negara maju lainnya1,5. Di Amerika Serikat sendiri yang diketahui telah menerapkan Medicare1,5 dan Medicaid1,5 sejak pertengahan tahun 1960an belum berhasil melindungi rakyatnya dari keterpurukan pelayanan kesehatan khususnya kepada kelompok miskin dan rentan penyakit. Sehingga pemerintah Amerika Serikat terus berupaya meningkatkan budget Medicaid menjadi $295.9 billion1 pada tahun 2004 dari $205.7 billion1 pada tahun 2000. Itupun belum mampu menfasilitasi rakyat Amerika Serikat menjadi pelayanan kesehatan yang paripurna.

 

Di Indonesia, pelayanan kesehatan disediakan oleh pemerintah melalui suatu sistem pelayanan kesehatan nasional (SKN). Merupakan penjabaran dari UUD’45 pasal 28 ayat 1 yang memberikan hak kepada penduduk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan pasal 34 ayat 2 yang memerintahkan negara untuk membangun Sistim Jaminan Kesehatan Nasional6. Di samping itu pemerintah Indonesia juga sudah menjalankan pelayanan dasar secara langsung kepada masyarakat mulai dari pelayanan bidan di Desa, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Puskesmas secara berjenjang sampai kepada pelayanan lanjutan di tingkat rumah sakit7, yang menerapkan sistem subsidi silang antara pasien mampu kepada pasien kurang mampu. Secara individual tentunya sudah terjadi ketidakadilan di antara masyarakat di mana pasien yang mampu harus menanggung beban pasien tidak mampu. Kita ketahui masa sakit merupakan masa tidak produktif  bagi individu tersebut dan seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara negara. Beruntung bagi pegawai negeri sipil (PNS) - meskipun masih banyak keluhan terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterima melalui Asuransi Kesehatan (ASKES), akan tetapi dapat berlega diri dibandingkan dengan mereka yang bukan PNS. PNS dapat mengakses pelayanan kesehatan sampai pada tingkat tertentu melalui jaminan ASKES8. Banyak debat yang terus berlangsung dari kalangan akademisi maupun politikus membicarakan sistem pelayanan kesehatan, mulai dari penerapan bidan di desa sejak tahun 1990an sampai dengan Asuransi Kesehatan Rakyat Miskin (ASKESKIN), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), dan Jaminan Persalinan (JAMPERSAL)9. Ketidaksempurnaan sistem yang diterapkan telah menjadi perdebatan yang tidak habis-habisnya di negara ini yang berimplikasi menjadikannya sebagai ranah politik praktis yang diperdagangkan politisi dalam kampanye pemilihan umum legislatif dan eksekutif pada tingkat pusat dan daerah.

 

Upaya pemerintah menjamin fasilitas kesehatan publik terhadap penduduk miskin dan kurang mampu melalui program JAMKESMAS yang populasinya mencapai 61% penduduk8,9 masih sangat terbatas. Terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin membuat penduduk miskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya. Peralihan sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi persoalan baru pemerintah lokal dalam menangani persoalan kesehatan masyarakatnya. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA)11 2007 mengungkapkan bahwa prevalensi gizi buruk pada balita telah mencapai target Millennium Development Goals11(MDGs) yaitu 18.5% pada tahun 2007. Akan tetapi masih ada 19 daerah11 yang prevalensi gizi buruknya di atas nasional, termasuk salah satunya adalah Aceh, dimana hampir semua prevalensi status kesehatan Aceh berada pada posisi terpuruk dibandingkan nasional. Diperhitungkan karena kondisi konflik Aceh yang berkepanjangan ditambah dengan bencana gempa dan tsunami telah menempatkan Aceh pada posisi yang tidak menyenangkan. Terdapat sekitar 29% penduduk10 Aceh yang tidak memiliki jaminan kesehatan sama sekali, meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif murah terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya.

 

Menjawab amanat Memorandum of Understanding (MoU)10 Helsinky tahun 2005 telah melahirkan Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Salah satu persoalan yang perlu segera ditangani telah tertuang pada Pasal 224, Pasal 225, dan Pasal 226 yaitu kewajiban pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan terlantar. Jaminan Kesehatan Aceh10 (JKA) berguna untuk mendorong terlaksananya sistem penyelenggaraan jaminan kesehatan di Aceh dengan mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan. Hampir semua wilayah kabupaten dan kota di Aceh mempunyai peringkat indek Pembangunan Kesehatan Masyarakat7,8,10,11 (IPKM) rendah, kecuali kota Sabang dan kota Banda Aceh di peringkat 12 dan 76 dari 440 wilayah. Bahkan Aceh Jaya dan Aceh Selatan berada pada peringkat 414 dan 424. Berdasarkan kategorisasi IPKM, dari 23 kabupaten dan kota, terdapat tiga kota (Sabang, Banda Aceh dan Subulussalam) dan lima kabupaten (Aceh Besar, Bireun, Aceh Tengah, Pidie Jaya, dan Aceh Tamiang) yang tidak termasuk daerah bermasalah kesehatan12 (DBK). Dengan adanya program JKA diharapkan dapat meningkatkan indikator kesehatan termasuk dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia10,11 (IPM) di Aceh.

 

Obama telah terpilih sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 2009 karena kegigihannya mengkampanyekan pentingnya jaminan kesehatan bagi rakyat Amerika Serikat. Inspirasi tersebut mengilhami pemerintah Aceh periode 2007 – 2011 untuk menyelenggarakan JKA meskipun tidak berjalan secara efektif dalam pelaksanaannya. Hampir setiap hari media lokal mewartakan keluhan penyelenggaraan JKA dari berbagai aspek. Ada beberapa yang menjadi fokus penilaian efektifitas pelaksanaan12,13 JKA yaitu diantaranya kepesertaan, manfaat pelayanan yang dijamin dan prosedurnya, pendanaan dan sistem pembayaran serta pengorganisasian dan pengawasan. Meskipun belum ada evaluasi yang menyeluruh tentang efektivitas JKA, pemerintah Aceh 2012 – 2017 sebelum terpilih juga kerap kali mengakui pentingnya JKA, dan berjanji akan terus menyelenggarakan JKA dengan berbagai perbaikan untuk mensejahterakan rakyat Aceh. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Aceh tidak hanya cukup dengan jaminan kesehatan gratis yang bersifat menyembuhkan atau mengobati masyarakat yang sakit. Tetapi juga harus meliputi aspek-aspek yang mampu mencegah masyarakat terjangkit penyakit13. Pendekatan dalam merupakan solusi jangka pendek yang tidak akan dapat menyelesaikan masalah kesehatan dalam jangka panjang. Untuk jangka panjang pemerintah Aceh perlu mengupayakan  peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti upaya promosi kesehatan dan penyediaan bahan pokok yang murah12,13 sehingga dapat meningkatkan gizi masyarakat, yang pada akhirnya akan membuat masyarakat lebih sehat dan kebal terhadap penyakit. Jagalah Kesehatan Anda (JKA) bukan hanya dengan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).


References


Tulchinsky TH, Varavikova EA. The New Public Health. 2nd ed. California: Elsevier Inc. 2009: 33–68.

Jacobsen KH. Introduction to Global Health. Sudbury, Jones and Bartlet Publishers, LLC. 2008: 19–48.

World Health Organization. Report 2004 Update 2008. Global Burden of Diseases. http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GBD_report_2004update_part2.pdf, accessed July 31, 2012

People’s Health Movement. Fact Sheet. Piagam Rakyat untuk Kesehatan. http://www.phmovement.org/files/phm-pch-indonesian.pdf, accessed July 31, 2012

Novick LF, Morrow CB, Mays GP, Public Health Administration, Principles for Population-Based Management. 2nd ed. Sudbury, Jones and Bartlet Publishers, LLC. 2008: 161–184

Djuhaeni, H. Asuransi Kesehatan dan Managed Care. Thesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia 2007

The World Bank. Berinvestasi dalam Sektor Kesehatan Indonesia, Tantangan dan Peluang untuk Pengeluaran Publik di Masa Depan. Jakarta. Bank Dunia 2008.

Departemen Kesehatan, RepubIik Indonesia. Press Release Kemenkes RI 2010. 24 Indikator Kesehatan Dalam IPKM. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1337-24-indikator-kesehatan-dalam-ipkm.html Accessed November 17, 2011

World Bank. Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/health.pdf, accessed November 17, 2011

Dinas Kesehatan Aceh. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh.Pemerintah Aceh. 2010

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI Jakarta. CV. Kiat Nusa 2008

Eman. Seluruh Wilayah Aceh Siap Tingkatkan IPKM. Ditulis pada tanggal 30 Maret 2011 http://gizi.depkes.go.id/artikel/seluruh-wilayah-aceh-siap-tingkatkan-ipkm/, accessed July 31, 2012

Luthfi A. Mengkritisi Jaminan Kesehatan Aceh. Ditulis pada 18 Oktober 2011. http://harian-aceh.com/2011/10/18/mengkritisi-jaminan-kesehatan-aceh, accessed July 31, 2012




DOI: https://doi.org/10.37598/jukema.v2i1.544

Refbacks

  • There are currently no refbacks.